Jika anda umat Islam, sangat pantas anda tersinggung membaca judul tulisan ini. Tapi tentu setelah membaca isi tulisan ini dengan sabar. Berikut wawancara saya dengan orang yang melontarkan pernyataan kurang ajar ini.
Saya:
Kenapa anda berkata demikian?
Kurang Ajar:
Ya memang itulah ungkapan yang paling tepat.
Saya:
Maksud anda untuk semua umat Islam atau untuk golongan tertentu?
Kurang Ajar:
Ya untuk sebagian besar tentunya. Terutama untuk mereka yang jadi teroris itu.
Saya:
Kalau bisa dijelaskan apa dasar dari ungkapan anda itu?
Kurang Ajar:
Karena tampak sekali gobloknya. Islam itu sebenarnya ajaran yang sangat mulia. Jadi rahmatan lil alamain. Jadi penerangan bagi alam dan seisinya.Tapi apa yang mereka lakukan? Semua orang justru menjadi “ketakutan lil alamain”.
Saya:
Hahaha..! Okey. Jadi apa persisnya yang anda lihat dari gejala ini?
Kurang Ajar:
Umat Islam, terutama yang mengamuk seperti itu beragama dengan dengkul. Tidak nalar. Padahal tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Itu artinya apa? Berarti agama juga tegak di atas rasionalitas manusia.
Saya:
Apakah bukan di hati mas?
Kurang Ajar:
Betul. Tapi anda jangan salah kaprah. Jangan beragama cuma sok rendah hati, sok beriman. Padahal kenyataannya bukan keategori beriman tapi kategori goblok. Labelnya saja yang beriman. Jihad segala macam. Tapi isinya? Cuma emosi agama kekanak-kanakan. Coba anda pikir berapa nyawa tak berdosa melayang gara-gara aksi bom yang mereka ledakkan. Berapa fasilitas kehidupan masyarakat yang mereka rusak? Apa mereka tidak berpikir sampai sejauh itu?
Saya:
(membakar rokok …)
Kurang Ajar:
Atas dasar apa pun orang menilai, tanpa berdasarkan agama sekalipun, tetap saja aksi mereka itu sulit dibenarkan. Karena sudah tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan. Primitif sekali. Akibatnya apa? Dunia luar akhirnya akan menganggap Islam itu memang kasar, malah biadab. Padahal yang biadab pelakunya. Islam tidak salah. Tapi Islam jadi tumbal. Tumbal politik, tumbal karena kebodohan umatnya sendiri. Makanya saya katakan benturkan kepalanya ke tembok. Biar jalan jutaan sel sayaraf berpikirnya yang sudah macet.
Saya:
Artinya anda ingin mengatakan umat Islam harus mengasah otaknya untuk berpikir?
Kurang Ajar:
Ya. 100 untuk anda!
Saya:
Tapi kalau itu solusi anda mas, banyak kok yang pintar bicara Islam. Bahkan orang selain Islam pun banyak yang ahli soal Islam. Seperti para peneliti, para orientalis dan para Islamis. Tapi mereka tetap tidak memeluk Islam. Bagaimana anda melihatnya?
Kurang Ajar:
Ya itu urusan mereka. Tapi di sisi lain kita seharusnya malu sama mereka. Seharusnya merasa tersentak! Mereka punya gairah belajar yang tinggi, sehingga juga haus untuk mempelajari agama orang lain. Terlepas dari tujuan tersembunyi (politis) dari sebagian orienatalis itu. Tapi mereka jadi paham apa inti pesan moral dari Islam (Alquran) itu sendiri.
Saya:
Ya berarti tidak ada jaminan juga mempelajari agama secara intelektual, tentang Islam begitu?
Kurang Ajar:
Memang. Tapi justru dengan itu pula kita bisa melawan perang pemikiran yang mereka lontarkan. Perang budaya yang mereka susupkan. Bukan dengan cara mengamuk kepanasan. Itu tidak akan ada artinya dihadapan pemikiran mereka yang canggih telah menyebar, menyusup dan mengusik perdapaban kita seperti virus
Anda masih ingat sejarah Islam di zaman Skolastik, ketika ratusan buku Ibnu Rusyd, seorang pemikir Islam, dibakar oleh pemerintah Islam waktu itu yang berpihak pada pandangan Al Ghazali? Tapi apa yang terjadi kemudian? Dengan dibakarnya buku Ibnu Rusyd bukan berarti pemikiran yang diusungnya dalam bukunya itu juga jadi abu. Malah pemikirannya itu tetp hidup dan menjadi pemicu lahirnya zaman pencerahan di Eropa (Barat). Sehingga di Barat, Ibnu Rusyd sangat dikenal dari Al Gahazali.
Saya tidak mengatakan mana yang benar dan mana yang salah. Yang ingin saya tegaskan, bahwa pemikran, budaya, tidak bisa ditembus dan dibumi hanguskan dengan cara mengamuk, main bakar dan main bom segala. Sebuah pemikiran akan tetap hidup walaupun orangnya sudah mati dan karyanya sudah dibakar. Dan sejarah sudah membuktikan akan hal ini. Tidak hanya dalam dunia agama.
Saya:
Jadi kesimpulan anda?
Kurang Ajar:
Kalau ingin Islam berjaya di abad informasi ini, ya lawan, gempur dengan cara yang sama. Buat media tandingan. Suarakan pemikiran yang cerdas. Tulis artikel, terbitkan buku tandingan. Sehingga dunia bisa membaca dan memahami sendiri. “O begini ya Islam o begini ya maksudnya Alquran”. Nanti secara bertahap pemikiran yang kita luncurkan itu akan diserap oleh banyak orang. Dan peluang mereka untuk mengakui dan tertarik untuk mengikuti ajaran Islam secara loyal (lkhlas) menjadi tinggi. Ketimbang hanya main bakar “petasan” dihadapan budaya global raksasa. Mubazir! Malah rugi!
Jadi bangunlah kesadran intelektual Islam. Bukan mengumbar kegarangan emosional. Soal hati itu urusan Tuhan. Tidak ada manusia yang bisa menilai apalagi menghakiminya. Itu hak preogratif Tuhan. Tapi soal sosial budaya kemasyarakatan Islam yang kita cita-citakan tetap harus dibangun selaras mengikuti dinamika hukum alam, hukum budaya dan perdaban. Jika tidak, kita nanti akan menangis melihat semua umat Islam tetap berteriak Allahu Akbar tetapi di sisi lain prilakunya tetap Setan Akbar!
Sumber : http://www.blogernas.co.cc/2010/10/umat-islam-harus-membenturkan-kepalanya.html#ixzz135BIFW9y
Saya:
Kenapa anda berkata demikian?
Kurang Ajar:
Ya memang itulah ungkapan yang paling tepat.
Saya:
Maksud anda untuk semua umat Islam atau untuk golongan tertentu?
Kurang Ajar:
Ya untuk sebagian besar tentunya. Terutama untuk mereka yang jadi teroris itu.
Saya:
Kalau bisa dijelaskan apa dasar dari ungkapan anda itu?
Kurang Ajar:
Karena tampak sekali gobloknya. Islam itu sebenarnya ajaran yang sangat mulia. Jadi rahmatan lil alamain. Jadi penerangan bagi alam dan seisinya.Tapi apa yang mereka lakukan? Semua orang justru menjadi “ketakutan lil alamain”.
Saya:
Hahaha..! Okey. Jadi apa persisnya yang anda lihat dari gejala ini?
Kurang Ajar:
Umat Islam, terutama yang mengamuk seperti itu beragama dengan dengkul. Tidak nalar. Padahal tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Itu artinya apa? Berarti agama juga tegak di atas rasionalitas manusia.
Saya:
Apakah bukan di hati mas?
Kurang Ajar:
Betul. Tapi anda jangan salah kaprah. Jangan beragama cuma sok rendah hati, sok beriman. Padahal kenyataannya bukan keategori beriman tapi kategori goblok. Labelnya saja yang beriman. Jihad segala macam. Tapi isinya? Cuma emosi agama kekanak-kanakan. Coba anda pikir berapa nyawa tak berdosa melayang gara-gara aksi bom yang mereka ledakkan. Berapa fasilitas kehidupan masyarakat yang mereka rusak? Apa mereka tidak berpikir sampai sejauh itu?
Saya:
(membakar rokok …)
Kurang Ajar:
Atas dasar apa pun orang menilai, tanpa berdasarkan agama sekalipun, tetap saja aksi mereka itu sulit dibenarkan. Karena sudah tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan. Primitif sekali. Akibatnya apa? Dunia luar akhirnya akan menganggap Islam itu memang kasar, malah biadab. Padahal yang biadab pelakunya. Islam tidak salah. Tapi Islam jadi tumbal. Tumbal politik, tumbal karena kebodohan umatnya sendiri. Makanya saya katakan benturkan kepalanya ke tembok. Biar jalan jutaan sel sayaraf berpikirnya yang sudah macet.
Saya:
Artinya anda ingin mengatakan umat Islam harus mengasah otaknya untuk berpikir?
Kurang Ajar:
Ya. 100 untuk anda!
Saya:
Tapi kalau itu solusi anda mas, banyak kok yang pintar bicara Islam. Bahkan orang selain Islam pun banyak yang ahli soal Islam. Seperti para peneliti, para orientalis dan para Islamis. Tapi mereka tetap tidak memeluk Islam. Bagaimana anda melihatnya?
Kurang Ajar:
Ya itu urusan mereka. Tapi di sisi lain kita seharusnya malu sama mereka. Seharusnya merasa tersentak! Mereka punya gairah belajar yang tinggi, sehingga juga haus untuk mempelajari agama orang lain. Terlepas dari tujuan tersembunyi (politis) dari sebagian orienatalis itu. Tapi mereka jadi paham apa inti pesan moral dari Islam (Alquran) itu sendiri.
Saya:
Ya berarti tidak ada jaminan juga mempelajari agama secara intelektual, tentang Islam begitu?
Kurang Ajar:
Memang. Tapi justru dengan itu pula kita bisa melawan perang pemikiran yang mereka lontarkan. Perang budaya yang mereka susupkan. Bukan dengan cara mengamuk kepanasan. Itu tidak akan ada artinya dihadapan pemikiran mereka yang canggih telah menyebar, menyusup dan mengusik perdapaban kita seperti virus
Anda masih ingat sejarah Islam di zaman Skolastik, ketika ratusan buku Ibnu Rusyd, seorang pemikir Islam, dibakar oleh pemerintah Islam waktu itu yang berpihak pada pandangan Al Ghazali? Tapi apa yang terjadi kemudian? Dengan dibakarnya buku Ibnu Rusyd bukan berarti pemikiran yang diusungnya dalam bukunya itu juga jadi abu. Malah pemikirannya itu tetp hidup dan menjadi pemicu lahirnya zaman pencerahan di Eropa (Barat). Sehingga di Barat, Ibnu Rusyd sangat dikenal dari Al Gahazali.
Saya tidak mengatakan mana yang benar dan mana yang salah. Yang ingin saya tegaskan, bahwa pemikran, budaya, tidak bisa ditembus dan dibumi hanguskan dengan cara mengamuk, main bakar dan main bom segala. Sebuah pemikiran akan tetap hidup walaupun orangnya sudah mati dan karyanya sudah dibakar. Dan sejarah sudah membuktikan akan hal ini. Tidak hanya dalam dunia agama.
Saya:
Jadi kesimpulan anda?
Kurang Ajar:
Kalau ingin Islam berjaya di abad informasi ini, ya lawan, gempur dengan cara yang sama. Buat media tandingan. Suarakan pemikiran yang cerdas. Tulis artikel, terbitkan buku tandingan. Sehingga dunia bisa membaca dan memahami sendiri. “O begini ya Islam o begini ya maksudnya Alquran”. Nanti secara bertahap pemikiran yang kita luncurkan itu akan diserap oleh banyak orang. Dan peluang mereka untuk mengakui dan tertarik untuk mengikuti ajaran Islam secara loyal (lkhlas) menjadi tinggi. Ketimbang hanya main bakar “petasan” dihadapan budaya global raksasa. Mubazir! Malah rugi!
Jadi bangunlah kesadran intelektual Islam. Bukan mengumbar kegarangan emosional. Soal hati itu urusan Tuhan. Tidak ada manusia yang bisa menilai apalagi menghakiminya. Itu hak preogratif Tuhan. Tapi soal sosial budaya kemasyarakatan Islam yang kita cita-citakan tetap harus dibangun selaras mengikuti dinamika hukum alam, hukum budaya dan perdaban. Jika tidak, kita nanti akan menangis melihat semua umat Islam tetap berteriak Allahu Akbar tetapi di sisi lain prilakunya tetap Setan Akbar!
Sumber : http://www.blogernas.co.cc/2010/10/umat-islam-harus-membenturkan-kepalanya.html#ixzz135BIFW9y
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih karena telah berkunjung ke sanznuya.blogspot.com tolong tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini..